Minggu, Januari 04, 2009


Siluet of You
Sekilas bayangan mengaduk pikiranku. Ketika duduk bersila menatap hidangan terhampar memenuhi porselen-porselen berbentuk persegi putih dan orange. Sambil menanti gemuruh azan menggema menyelimuti alam. Beberapa detik kemudian muadzin entah dari masjid mana mengumandangkannya. Menyantap masakan ibu memang yang paling lezat, setelah kira-kira tigabelas setengah jam mulutku kering dan perut kosong. Air es adalah yang pertama kali mengaliri kerongkonganku. Menghapus dahaga, melepas penat.
Aku mengangkat sendok nasiku dan memasukkannya ke mulut. Alhamdulilah rezeki senantiasa menaungi aku dan keluarga.
Bayangan itu mengusik lebih lama lagi. Bayangan seorang bocah berwajah polos. Namun entah sekarang berapa umurnya. Dia tersenyum menampakkan gigi putihnya. Dia melepaskan ekspresi bahagianya khas anak-anak. Tapi kurasa tak hanya itu, aku menangkap sebuah pesona lain yang menyembul dalam sela dari sinar mukanya. Kegalauan, kesedihan, dan rasa takut yang sangat. Meski ku tahu kalau bocah itu pandai menyembunyikan segala sesuatunya yang tak ingin orang lain ketahui.
Tapi tetap saja terlihat nyata untukku. Tapi maaf, aku bukan dukun atau paranormal. Aku tak cukup pintar untuk merasuk dan mengetahui apa yang telah terlalui. Dia-bocah itu-hanya bayangan yang aku buat, pikirku. Aku rasa ada yang janggal karena tak pernah ku bikin siluetnya dalam manapun. Memang dua bulan telah berlalu dan meninggalkan bekas-bekas rindu. Tak akan memungkiri kalau aku rindu padanya. Rindu pada tingkah polahnya.
Tak apa. Harusnya kau mengerti Zahra, kataku pada diri sendiri. Ingatkah kau kalau dia sedang berjuang melawan dirinya, melawan sakitnya yang terus menghantuinya sepanjang dia tidak mau menyingkirkannya dengan tegas. Setengah piring nasi kuhabiskan pelan-pelan. Aku benar-benar berada dalam duniaku sendiri, tak kuhiraukan siapa-siapa yang menyantap makanan buka puasa bersamaku. Sungguh ku sedih untuk sekedar mengingatnya. Tenanglah kawan, jarak sejauh apapun kini tak lagi berarti. Karena yakinlah, doamu akan selalu mengiringi bocah itu.
Bayang-bayang itu tinggalkan sekelumit bias. Yang tak lama lenyap seiring dengan nasi dan lauk yang habis ku telan. Dan kakiku beranjak menuju tempat wudhu untuk kembali bersujud pada-Nya dan melantunkan doa untuknya, oleh tuhan, dari aku….Zahra.
September, 1 st, 2008


Tidak ada komentar: