Senin, Januari 26, 2009

Secuil Cerita

Saat itu hari Sabtu dibulan Januari 2009, tepatnya tanggal 24. Itu adalah hari pertama untuk pertama kalinya aku memberikan test SKU Bantara pada seorang adek pramukaku. Dan ditengah-tengahnya aku memerlukan bantuan seorang seniorku. Orang yang terkenal galak, sadis, dan terkesan introvert.
Namun anehnya aku merasa akrab waktu itu. Saat adekku itu pergi sebentar dan saat aku tinggal berdua dengan seniorku itu, aku merasa tidak ada penghalang sama sekali antara dia dan aku seperti yang aku alami selama ini. Kami bisa mengobrol akrab sambil menunggu adekku itu. Aku bertanya tentang kisahnya melamar pekerjaan di sebuah PT. Dia menjelaskan dengan sedikit keengganan. Aku pikir dia telah berhasil dengan kemampuannya. Aku bertanya apakah masalah tinggi badan yang kurang? Dia menjawab "tidak". lalu dia pelan-pelan menjelaskan tentang sesion wawancaranya dan aku- meskipun baru mendengar sedikit aku dapat menyimpulkan mengapa dia bersikap enggan seperti itu. Pasti ada yang tidak beres saat test wawancaranya. Dia enggan karena dia tau dia telah gagal dalam test wawancaranya. Dia bercerita padaku saat dia ditanya oleh pemimpin perusahaan atau staf yang ditugasi sebagai pewawancara.
"Seandainya kamu diterima bekerja disini namun bukan pada keinginanmu, bersedia ataukah tidak?" Itulah kira-kira pertanyaan yang harus di jawab seniorku itu. Dan ketika dia bercerita padaku dia begitu kecewa dengan jawaban yang terlanjur ia lontarkan. Dia menjawab" tidak mau". Dia hanya berpikir untuk menempati bagian yang dia inginkan. Dia tau kalau dia terjebak oleh pertanyaan si pewawancara. Aku sendiri yakin kalau pertanyaan tadi adalah untuk mengecek seberapa besar kesetiaan calon pegawai pada perusahaan itu. Selain itu juga berfungsi untuk mengetahui kepribadian calon pegawai itu. Dan saat itu adalah saat terbukanya kepribadian sang seniorku itu. Aku berharap dia bisa belajar dari kesalahannya itu. Dan dari sanalah aku mendapat pelajaran berharga yaitu: pahamilah makna tersurat dan tersirat saat pelajaran bahasa indonesia. Selain itu janganlah selalu menuruti ego karena orang yang egonya tidak ditempatkan pada saat yang tepat tidak akan diperlukan oleh orang lain. Untuk yang terakhir adalah........sesuatu yang besar tak kan terjadi jika tak ada sesuatu yang kecil atau sesuatu yang besar diawali dari sesuatu yang kecil...

Senin, Januari 19, 2009

Kado Dari @lumni


Minggu yang sepi seperti biasa. Orang-orang lebih suka memanfaatkannya untuk beristirahat dari aktifitas rutin mereka. Langit menyisakan awan mendung tipis. Semalam suntuk langit menyemprotkan air secara masal membasahi tanah yang rindu kesegarannya dan kesejukannya. Matahari masih malu menampakkan wujud aslinya. Kesibukan di sebuah rumah yang bernuansa hijau terlihat lebih dari biasanya. Rumah yang sedang dipenuhi lengkap anggota keluarga.

"Halo. Assalamu`alaikum. Mas jadi ke sini?" anak seumuran SMP terlihat asyik menelepon seseorang.
"Wa`alaikumsalam. InsyaAllah. Nanti ya...Aku masih ada keperluan."
"Oke. Pokoknya hari ini kan?"
"Siip. Jangan lupa siapin suguhannya.Sepuluh orang ya..."
"Haaa! Sepuluh orang? Ya deh gampang. Ditunggu ya..."
"Yo wis. Sek ya..Assalamu`alaikum"
"Wa`alikumsalam" jawaban anak kecil itu mengakhiri percakapan dalam teleponnya.
Lalu Nadi mengatakan kepada dua kakaknya tentang yang dia bicarakan. Kedua kakaknya pun menyambutnya dengan suka cita. Orang tua mereka tersenyum mengetahui apa yang mereka katakan. Memang hari ini akan datang seorang tamu spesial, jika bisa dibilang begitu.
Mas Damar, nama yang tertera pada daftar telepon masuk. Dia adalah alumni dari sekolah yang sama yang di tempati Zahra sekarang. Zahra, salah satu kakak Nadi yang pertama kali berkenalan dengan alumni itu. Bermula dari tanggal 3 Oktober 2008. Kebiasaan yang sudah ada sejak dulu di sekolah Zahra. Setiap 2 hari setelah Lebaran ada perkumpulan alumni. Semua alumni yang kangen sama teman-temannya atau sekedar pengin tahu keadaan sekolah mereka. Zahra pun ikut menghadirinya. Kegiatan itu tidak formal. Ketika dia di Sanggar Pramuka bersama teman-temannya, salah satu alumni yang ada di sana menyodorkan selembar kertas HVS dan memionta nomor kami yang bisa di hubungi jika sewaktu-waktu mereka butuh informasi. Beberapa hari kemudian ketika Zahra berada di rumah, dia mendapatkan telepon dari salah seorang alumni yang namanya Damar. Dia bilang, dia sedang di Jakarta dan kemarin dia tidak datang ke Solo. Lalu sejak hari itu sampai sekarang dia masih setia menghubungi Zahra untuk mencari informasi tentang sekolah Zahra yang juga mantan sekolahnya. Terutama tentang perkembangan pramuka saat ini. Suatu hari dia telpon dan berkata mau pulang ke Solo untuk menjumpai ibunya dan bertemu dengan anak-anak pramuka. Zahra memintanya untuk mampir ke rumah Zahra saat Mas Damar pulang. Keluarga Zahra ingin melihat Mas Damar, alumni yang sudah akrab dengan keluarganya melalui telepon itu.
Di hari Minggu ini, janji itu akan terlunasi. Oleh karena itu pagi-pagi benar rumah sederhana itu telah dipenuhi aktivitas untuk membuat rumah bersih. Canda tawa selalu menghiasi keasrian rumah itu. Waktu terus berlalu. Rumah itu kini sudah bersih. Ibu Zahra memasak untuk makan siang. Sepertinya semua orang di rumah itu terlihat begitu menanti tamu yang akan datang. Pagi berganti siang, siang berganti sore. Tetapi yang ditunggu juga belum datang. Akhirnya Zahra ketiduran di kasurnya. Pukul 16.00 WIB Zahra terbangun. Dia berjalan gontai menuju kamar mandi. Setelah itu dia berwudhu untuk menunaikan sholat Ashar. Dia merasa sudah kecewa karena semua sudah dia persiapkan dari pagi. Perkiraan temannya yang mau datang pagi ternyata meleset. Adik dan kakaknya pun selalu bertanya yang membuatnya sedikit jengkel, "Mbak, mas Damar kapan datang? Kok lama ga dateng-dateng?"
Suara dering handphone membuat adek Zahra-Nadi, bersemangat.
m.Damar memanggil........ "Halow.Mas Damar?Kapan?" Terdengar adek Zahra bersemangat mengangkat telepon orang yang selama ini di kenalnya melalui handphone. Sedang Zahra hanya diam memperhatikan. Nadi bilang mereka, mas Damar dan teman-temannya, akan datanf sebentar lagi. Sedang sekarang sudah pukul 16.45 WIB. Beberapa saat kemudian yang dinantipun datang. Ternyata memang mas Damar tidak sendiri. Dia mengajak genknya. Ada Mas Wawan dan Mas Ari yang kemarin Zahra sudah melihatnya. Lalu kami berbincang-bincang seru di teras Langgar Jenengan. Orang tua Zahra juga terlihat akrab bersama mereka bertiga. Tidak terasa waktu terus berlalu. Azan maghrib akan segera dikumandangkan sehingga mereka langsung pergi ke tempat wudhu dan dilanjutkan sholat maghrib berjamah.
Malam mulai menjadi pekat. Bintang dan bulan mulai menapaki langit yang gelap. Zahra, Mbak Lala, dan ketiga tamunya menyusun rencana untuk pergi makan malam.
"Dek, sekarang yang jadi ratunya kamu sama mbak Lala. Di sini cari makan yang enak mana? Nanti kami tinggal ngawal ke sana." mas Ari membuka pembicaraan. Mas Damar sedang ada telepon, Mas Wawan sedang merapikan penampilannya.
"Yaa, kalau mau shi jack ada di utara, kalau bakso, jalan dikit ke sana, dan kalau mau mie ayam, paling jauh. Di ujung sana." Mbak Lala menjelaskan satu persatu sambil menunjukka arah.
"Aku pengin bakso nih. Ya? Ke sana aja" pinta Zahra sedikit manja.
"Ya udah kalpo gitu langsung aja. Kasihan mas Wawan kelaperan. Jalan ya..." kata mas Ari mengomandoni.
Lalu mereka berjalan di tengah dingin malam yang belum begitu menusuk. Mereka terlihat akrab dengan topik yang dibicarakan masing-masing. Lalu sampailah di warung mie ayam yang untungnya buka setelah gagal pada warung bakso. Dari jauh terlihat warung baksonya buka, namun ternyata setelah mendekat ibu penjaganya bilang tutup kalau hari minggu. Setelah memilih tempat untuk makan mie, mbak Lala memesankan 5 porsi, 2 es teh, 1 teh panas, 2 es jeruk. Kami menikmatinya sambil sesekali bercanda. Mas Ari bercerita pekerjaannya, mas Wawan sampai nambah lagi saking laparnya. Kami makan di terangi lampu jalan.
"Kayak di diskotik aja ya? Lampunya ajep-ajep" kata mas Damar. Kami tertawa mendengarnya.
Akhirnya pertemuan mereka pun di pisahkan oleh waktu. Acara yang tidak hanya melunasi janji alumni pada Zahra selama pulang ke Solo membuat mereka berpamitan pada keluarga Zahra. Setelah sholat Isya` bersama merekapun bersiap-siap untuk pulang. Zahra hanya bisa tersenyum bahgia dengan kehadiran kakak-kakak alumni yang begitu bijaksana. Dia merasa tak hanya mendapatkan semangkok mie ayam dan es jeruk, untuk ayah, ibu, dan adik Zahra yang tidak ikut dinnerpun juga dapat. Pengalaman, pengetahuan, dan sikap yang mesti di contoh dari mereka bertiga Zahra dapatkan juga. Inilah yang disebut Kado terindah, yang begitu istimewa dan spesial. Trimakasih untuk semuanya ya mas Wawan, mas Damar, dan mas Ari. Ga akan terlupakan deh pokoknya....Moga bisa ketemu lagi.......28 Desember 2008

Senin, Januari 05, 2009

aNAK YANG kESePIaN

Selimut Malam
Petang melahap semakin cepat waktuku
menyisakan penyesalan yang tak kunjung bubar
Membekaskan rona-rona kemuakan
dalam sepi yang mengundang makna
Melarang merasakan hingar bingar
---------------***
Goresan tak berarti
Hanya memenuhi lembar lusuh,
bagi orang yang tak mau mengerti
Dingin malam memeluk, menyelimuti
basah air mata
Terisak menanggung derita serta dosa
Siapa kan peduli
pada rasa seonggok pribadi
-----------------------------------------------
Lab/ 6 January 09

Minggu, Januari 04, 2009

Klo qta bener2 menyayangi seseorang maka qta tidak boleh memaksakan agar orang itu sesuai dengan yang qta inginkan.

Terimalah dia apa adanya.

Untuk menyayangi seseorang tidak perlu alasan karena beragam alasan dapat membuat perasaan sayang itu menjadi tidak murni lagi.


Siluet of You
Sekilas bayangan mengaduk pikiranku. Ketika duduk bersila menatap hidangan terhampar memenuhi porselen-porselen berbentuk persegi putih dan orange. Sambil menanti gemuruh azan menggema menyelimuti alam. Beberapa detik kemudian muadzin entah dari masjid mana mengumandangkannya. Menyantap masakan ibu memang yang paling lezat, setelah kira-kira tigabelas setengah jam mulutku kering dan perut kosong. Air es adalah yang pertama kali mengaliri kerongkonganku. Menghapus dahaga, melepas penat.
Aku mengangkat sendok nasiku dan memasukkannya ke mulut. Alhamdulilah rezeki senantiasa menaungi aku dan keluarga.
Bayangan itu mengusik lebih lama lagi. Bayangan seorang bocah berwajah polos. Namun entah sekarang berapa umurnya. Dia tersenyum menampakkan gigi putihnya. Dia melepaskan ekspresi bahagianya khas anak-anak. Tapi kurasa tak hanya itu, aku menangkap sebuah pesona lain yang menyembul dalam sela dari sinar mukanya. Kegalauan, kesedihan, dan rasa takut yang sangat. Meski ku tahu kalau bocah itu pandai menyembunyikan segala sesuatunya yang tak ingin orang lain ketahui.
Tapi tetap saja terlihat nyata untukku. Tapi maaf, aku bukan dukun atau paranormal. Aku tak cukup pintar untuk merasuk dan mengetahui apa yang telah terlalui. Dia-bocah itu-hanya bayangan yang aku buat, pikirku. Aku rasa ada yang janggal karena tak pernah ku bikin siluetnya dalam manapun. Memang dua bulan telah berlalu dan meninggalkan bekas-bekas rindu. Tak akan memungkiri kalau aku rindu padanya. Rindu pada tingkah polahnya.
Tak apa. Harusnya kau mengerti Zahra, kataku pada diri sendiri. Ingatkah kau kalau dia sedang berjuang melawan dirinya, melawan sakitnya yang terus menghantuinya sepanjang dia tidak mau menyingkirkannya dengan tegas. Setengah piring nasi kuhabiskan pelan-pelan. Aku benar-benar berada dalam duniaku sendiri, tak kuhiraukan siapa-siapa yang menyantap makanan buka puasa bersamaku. Sungguh ku sedih untuk sekedar mengingatnya. Tenanglah kawan, jarak sejauh apapun kini tak lagi berarti. Karena yakinlah, doamu akan selalu mengiringi bocah itu.
Bayang-bayang itu tinggalkan sekelumit bias. Yang tak lama lenyap seiring dengan nasi dan lauk yang habis ku telan. Dan kakiku beranjak menuju tempat wudhu untuk kembali bersujud pada-Nya dan melantunkan doa untuknya, oleh tuhan, dari aku….Zahra.
September, 1 st, 2008